Monday 12 June 2017

Bahagia atau kecewa?

Kita perempuan emang sering banget dilanda sama masalah perasaan dari yang besar sampe yang paling sepele, mungkin karena perbedaan kita dengan kaum pria yang kecenderungan memakai logika daripada perasaan bikin kita lebih gampang sedih atau galau. Mulai dari hal yang jelas sampe hal-hal yang sebenarnya kita timbulin sendiri dari pikiran kita.

Aku sendiri orang yang tipikal 'over thinking' sering banget mikirin banyak hal yang akibatnya bikin aku sedih, minder, insecure dan mempertanyakan diri sendiri tentang hal-hal yang sudah terjadi bahkan yang (kawatir) akan terjadi. Dalam keadaan seperti itu biasanya aku bakal cerita ke sahabat-sahabatku atau simply ngelakuin hal yang bikin aku seneng mulai dari dengerin lagu, gambar, main gitar, atau baca buku, apapun itu deh yang bikin aku lebih happy walaupun agak terpaksa, karena biar gimanapun perasaan kan lagi ngga enak, memecah kekalutan hati dengan melakukan hal yang kita sukai itu biasanya "works" sih. setelah sedikit tenang, aku mengambil waktu untuk diriku sendiri kemudian berpikir apasih yang bisa aku ambil hikmah dari kejadian buruk yang menimpa, karena menyesali dan tetap memikirkan hal itupun ngga mengubah apapun. tapi kalau hal itu masih bisa diusahakan, biasanya aku bakal menulis hal-hal yang bisa aku lakukan agar bisa mencapai hasil terbaik. sepertinya sih klise, tapi untuk aku sendiri itu sangat membantu.

Dalam hidup sering banget dateng "kejutan-kejutan" yang membuat kita down dan marah. tapi aku selalu menanamkan pada diriku sendiri, bahwa ini hidupku, aku yang mengatur diriku untuk sedih, marah kecewa atau memilih untuk menerima kejadian buruk itu kemudian berbahagia.

Dalam 1 ibadah di Gerejaku, aku mendengar satu sabda dari Pastor yang lumayan tertanam dalam benakku 

"Tidak ada satupun orang di dunia ini yang dapat menyakiti atau membahagiakan kita, Kita sendiri yang memutuskan untuk kecewa atau bahagia"

Dalam kotbahnya Pastor menjelaskan misalnya ketika ada dua orang dihidup kita, sebut si X yang adalah sahabat kita atau si Y yang hanya seorang kenalan buat kita. ketika si X dan Y membicarakan hal buruk tentang kita dari belakang, kita akan merasa sakit terhadap si X dan (mungkin) biasa aja terhadap yang dilakuin Y, karena menganggap X adalah sahabat kita tapi kenapa dia tega melakukan itu, padahal hal yang dilakukan sama.

Buat aku itu magic words banget sih, soalnya kita sering banget menyalahkan keadaan untuk hal buruk yang menimpa kita, baik itu yang kita lakuin sendiri atau orang lakuin sama diri kita. Tapi kita yang memilih untuk menerima itu sebagai hal yang menyakitkan atau membahagiakan.

Ketika seseorang membuat aku sedih, marah atau kecewa aku selalu menanamkan pada diriku untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan itu karena bahagiaku tidak boleh ditentukan oleh orang lain :)




Cheers!




Feby.

No comments:

Post a Comment